“Ah.. uh.. sst..”, Tari mulai bersuara yang sedari tadi hanya memejamkan matanya.
Ana mulai mundur perlahan-lahan kebelakang, sekitar setengah meter dari kami lalu duduk menghadap kami seakan-akan melihat dari jauh perbuatan aku dan Tari, aku sempat menoleh kearah Ana ternyata ia sudah tidak mengenakan rok dan celana dalam sehingga boleh dikata ia sudah dalam keadaan setengah telanjang, bagian paha dan vaginanya sudah terbuka semua, ia juga memainkan jari-jari tangan di vaginanya bahkan ada cairan yang mengalir di sekitar vaginanya itu.
Akupun tetap melakukan aktivitas kepada Tari, kepala penisku aku gesek-gesekan dibibir luar vagina Tari yang sudah licin oleh cairan bening yang menetes keluar dari penisku. Aku tidak pernah berpikir untuk menusukkan penisku ke lubang vagina Tari karena adegan itu tidak pernah aku lihat difilm sehingga aku hanya melakukan sebatas gerakan-gerakan meraba dan menyentuh saja. Tiba-tiba Ana berdiri dan menuju kami berdua satu tangannya membuka bibir vagina Tari dengan dua jarinya sementara tangan satunya sibuk mengocok penisku yang semakin licin bercampur cairan yang ada di tangan Ana.
“Auh.. geli An.. stt..”, kataku.
“Sebentar lagi kamu akan merasa lebih geli Rur (kependekan namaku, Rury)”, jawab Ana.
Lalu Ana menuntun penisku dan meggosok-gosokan kepala penisku ke clitoris Tari yang sudah licin entah kenapa.Selanjutnya dengan perlahan kepala penisku mulai aku rasakan masuk kedalam lubang vagina Tari.
“Ah.. sst.. pelan-pelan ya sakit nih..”, seru Tari.Aku hanya diam karena sudah tidak sanggup berbuat ataupun berbicara apa-apa lagi, sementara Ana sibuk berusaha menuntun penisku agar bisa masuk dengan aman ke vagina Tari.
Aku mulai merasakan seperempat dari penisku sudah masuk kedalam vagina tari.
“Aduh.. ahh.. sst.. digoyang sedikit Rur biar gampang masuknya”, ujar Tari kepadaku. Akupun mulai menekan-nekan pantatku ke bawah sehingga aku mulai merasakan penisku sudah hampir tertelan semua oleh vagina Tari.
Sementara itu Ana kembali ke tempatnya semula meninggalkan kami berdua yang sudah bisa mengendalikan keadaan, iapun kembali memainkan jari-jarinya ke vaginanya bahkan kali ini lebih hebat dari yang tadi;kedua jarinya ia putar-putarkan di clitorisnya sambil berdesis nikmat.
Di saat aku sudah mulai mempercepat goyanganku karena merasakan penisku akan masuk seluruhnya kedalam vagina Tari, iapun berteriak kesakitan, sambil menahan dadaku dengan kedua tangannya.
“Sedikit lagi Tar.. sst.. ahh”, kata Ana dari jauh sambil terus mengesek-gesek clitorisnya.
“Kalau burung Rury sst.. sudah masuk semua auh.. sakitnya akan hilang ahh..”, sambung Ana memberikan instruksi ringan kepada kami.
“Pelan-pelan ya Rur goyangnya”, kata Tari kepadaku yang aku balas hanya dengan anggukan kepala dan mulai menaik turunkan pantatku yang perlahan tapi pasti semakin cepat, tetapi tiba-tiba dorongan Ana ke dadaku dengan kedua tangannya terasa sangat kuat sekali sehingga dengan segera aku berhenti bergoyang.
“Sa.. kit..”, dengan sedikit agak berteriak Ana mengeluarkan kata itu.
“Sst.. aduh.. cabut dulu Rur”, sambung Ana, dengan sangat perlahan.
Dan dengan rasa tidak menentu aku melepaskan penisku dari vagina Tari dan akupun kaget ketika aku melihat ke penisku yang sudah keluar dari vagian Tari ada semacam darah yang melengket dibatang penisku yang kemudian aku juga melihat ke vagina Tari ada darahnya juga. Aku yang memang tidak pernah tahu mengenai hubungan sex atau bersenggama tentu menjadi panik dan heran mengalami keadaan ini otomatis penisku langsung berhenti ereksi.
Namun setengah meter dari kami, Ana justru sedang menikmati sekali permainannya bahkan semakin cepat menggosok-gosok vaginanya sendiri.
“Ah.. uh.. sst.. enaknya”, desisnya sambil kaki Ana menjulur-julur tegang ke depan yang kemudian menusukkan jarinya kedalam lubang vaginanya dan mencabutnya serta menjilatnya sambil tersenyum kecil ke arah kami yang masih dalam kebingungan karena darah yang kami lihat. Aku menjadi berpikiran bahwa Ana sudah sangat berpengalaman dalam hal ini.
Lalu Ana berdiri dan menuju kearah kami.
“Darah itu tidak apa-apa Tar!”, kata Ana kepada Tari yang masih meringis menahan sakit.
“Aku juga begitu awalnya”, aku menjadi kaget mendengar pernyataan Ana yang ternyata benar dugaanku bahwa dia telah lebih dulu melakukan hubungan sex entah dengan siapa. Lalu Ana membantu Tari bangkit dari tempatnya.
“Mari aku bantu membersihkan darah itu dikamar mandi”, kata Ana dan mereka berdua berjalan kebelakang.
Aku melihat Tari berjalan disisi Ana sambil tertatih-tatih seperti orang baru belajar berjalan sementara akupun sibuk membersihkan penisku seadanya dari darah yang melengket dibatang senjataku itu dan mengumpulkan pakaianku yang berserakan di lantai lalu memakainya kembali.
Tak lama kemudian mereka keluar dari dalam rumah menemuiku yang setelah berpakaian menunggu diteras, aku melihat Tari masih menahan sakit yang mungkin masih tersisa. Lalu akupun pamit pada Tari hendak pulang yang disusul oleh Ana yang juga ikutan mau pulang, aku berjalan turun dari teras sementara Ana aku lihat masih berbincang dengan Tari yang kemudian menyusulku dari belakang. Persis ketika aku hendak menutup pintu halaman muncul Wati yang baru pulang dari ngerumpi dengan tetangga depan.
*****
Dua hari kemudian tepatnya hari Sabtu pagi dan kebetulan hari itu libur sekolah, aku lupa libur untuk apa yang jelas tanggal di kalender berwarna merah. Aku, Awal, Ana dan Nono serta beberapa teman laki-laki dan perempuan berkumpul dilapangan dekat rumah Nono sesuai dengan kesepakatan kami sehari sebelumnya.
Jarum jam di arlojiku sudah menunjukan pukul 09.15 pagi dan kami sudah lengkap semuanya, kurang lebih ada 11 orang termasuk aku, Awal, Ana dan Nono. Kita semua akan melakukan pendakian atau semacam kemping kecil-kecilan dibukit belakang lorong kami, kebetulan di belakng lorong kami ada sedikit bukit yang masih teduh sehingga masih enak untuk dijadikan tempat membuat kemah-kemahan. Tetapi kami tidak bermalam karena jaraknya dekat, petang hari nanti kami akan pulang juga.
Kamipun menuju bukit itu tetapi sambil lewat kami akan singgah dulu dirumah Tari untuk mengambil beberapa perlengkapan dan sekalian menjemput Tari dan memang jalan untuk naik ke bukit itu berada sekitar 200 meter dibelakang rumah Tari. Taripun ternyata sudah siap dihalaman rumahnya dengan memakai topi berwarna warni, baju kaos berwarna biru dan celana puntung ketat. Segala perlengkapan yang akan kami bawapun telah siap semua sehingga kami tidak berlama-lama disitu.
Pikiranku sempat ngeres sedikit ketika melihat Tari berpenampilan begitu setelah kejadian 2 hari yang lalu, namun ketika Ana melihat ke arahku aku tersenyum kecil dan mengalihkan perhatianku ketempat lain. Setelah berjalan satu jam setengah kamipun sampai dipuncak bukit itu dan mulai membangun beberapa buah kemah untuk dijadikan tempat beristirahat dan makan. Sementara itu teman perempuan termasuk Ana dan Tari menyiapkan bekal makanan yang memang telah dimasak dari rumah untuk makan siang kami.
Empat buah kemah telah kami bangun dan siap untuk dibangun. Salah satu kemah kami gunakan sebagai tempat makan dan menyimpan peralatan, tas dan segala peralatan untuk bermain serta beberapa makanan sore hari nanti sebelum kami pulang. Sambil teman-teman perempuan terus menyiapkan makanan dan menata peralatan yang disimpan di kemah itu kami yang pria bermain-main sambil menunggu pangilan untuk makan.
“Ayo.. makanan telah siap”, seru Ana kepada kami yang masih sedang bermain dengan nada memanggil, kamipun lalu bergabung dengan mereka di tenda tempat makanan disediakan.
Selesai kami santap siang bersama kamipun melanjutkan bermain-main aku bermain bola dengan beberapa orang teman, ada juga yang masuk ketenda tidur-tiduran mungkin karena kekenyangan.Awal dan Nono aku lihat asyik bermain gitar dan menyanyi-nyanyi di bawah sebuah pohon jati tua, disampingya ada Ana sedang membaca majalah. Aku tidak melihat Tari mungkin ia juga sedang beristrahat didalam salah satu tenda.
Rupanya cuaca kurang bersahabat pada kami hari itu, tiba tiba hujan turun dengan sangat deras padahal langit pada waktu itu terang benderang seperti pada waktu kami berangkat tadi.Kamipun berhamburan masuk ketenda-tenda untuk berteduh, aku masuk ketenda tempat penyimpanan barang. Kebetulan pada waktu hujan tadi turun aku sedang mengambil bola yang terlempar disamping tenda itu. Ternyata ditenda itu hanya ada Tari yang sedang menyiapkan makanan untuk kami makan sore nanti sebelum kami pulang, akupun membantu Tari di dalam tenda itu sambil kami berbincang-bincang ringan. Arlojiku di tanganku sudah menunjukan pukul 14.30 siang namun hujan belum reda juga bahkan langit semakin gelap.
Lalu aku mencoba melihat keluar tenda sambil mengamati tenda-tenda yang lain ternyata Awal dan dua orang teman perempuan nekat keluar dari tenda tempat mereka berteduh dan berlari menghampiri aku dan Tari. Rupanya mereka mau mengambil tas mereka di dalam tenda itu.
“Tolong dong ambilkan tas kami, nanti kalau kami yang ambil barang yang lain ikut basah”, kata Awal kepada Aku dan Tari dengan nada menyuruh.
“Memangnya kalian mau kemana”, kataku.
“Mereka berdua ini punya acara sebentar malam”, sambil Awal memandang kedua teman perempuan kami yang sudah menggigil kedinginan.
“Dan mereka memintaku untuk mengantar mereka pulang”, sambung Awal.
“Apa tidak sebaiknya menunggu hujannya reda”, kataku kepada mereka bertiga.
“Justru mereka khawatir hujannya terlambat berhenti, sehingga mereka bisa terlambat untuk keacara itu”, kata Awal menjelaskan.
Akhirnya mereka bertiga nekat pulang dengan keadaan hujan yang sangat deras sekali, aku dan Tari memandang mereka dari dalam tenda yang lama kelamaan menghilang di kejauhan. Sambil melipat kedua tanganku dan duduk dipintu tenda, aku dan Tari berbincang-bincang ringan, lalu aku merasakan seperti ada sesuatu yang menggelitik di dalam celana panjangku.
Akupun spontan langsung berdiri, "Aduh.. apa ini", kataku khawatir takut ada binatang di dalam celanaku.
Tanpa banyak pikir akupun spontan membuka celana panjangku yang tanpa aku sadari Tari berada di sampingku. Akupun sekarang tinggal mengenakan celana dalam.Waktu itu aku memang pakai celana dalam karena tahu mau jalan jauh. Aku kibas-kibaskan celanaku hendak menjatuhkan sesuatu apabila ada yang melekat di celanaku sambil meraba-raba seluruh bagian bawah tubuhku sampai ke ujung kaki, bahkan sempat mengintip kedalam celana dalamku mencari mungkin ada binatang yang masuk ke situ.
"Mari coba ku periksa", seru Tari sambil menarik celana panjang yang aku pegang.
Akupun baru sadar bahwa di situ bukan aku sendiri sehingga aku sedikit malu dalam keadaan setengah bugil didepan Tari. Iapun memeriksa celana panjangku itu dan hanya mendapatkan sehelai daun dari dalamnya yang entah kenapa bisa berada di dalam celana panjangku. Mungkin waktu aku sedang bermain bola tadi yang beberapa kali terjatuh di atas rumput liar.
Tari lalu kembali menyodorkan celana panjang itu kepadaku yang tanpa sengaja menyentuh penisku yang setengah ereksi akibat tertiup udara dingin. Spontan penisku semakin ereksi, mungkin tersentuh oleh tangan dingin Tari. Perubahan pada penisku itu terlihat oleh Tari karena celana dalam yang aku pakai mengembang keluar seakan ada benda di dalamnya yang memaksa keluar, tetapi aku coba mengacuhkan kejadian itu sambil mengambil celana panjangku dari tangan Tari kemudian berbalik membelakanginya.
Saat hendak memasukkan satu kakiku kedalam lubang celana panjangku aku merasakan penisku ada yang meraba dari belakang, karena hanya bertumpu pada satu kaki saja aku terpelanting ke samping dan jatuh di atas lantai karpet di dalam tenda itu. Akupun merasakan ada sebuah tangan ikut tertindih olehku yang ternyata adalah tangan Tari. Pahakupun terasa dingin oleh karpet yang lembab akibat hawa air hujan yang merembes dari dari dalam tanah. Walaupun aku telah menindih tangan Tari dan mengira ia kesakitan yang ternyata tidak. Justru tangan halus itu bekerja meremas remas batang penisku yang semakin kuat berdiri. Detak jantung terasa makin cepat.
"Ah.. sst", desahku dengan napas yang mulai tidak beraturan.
"Ahh.. ayo.. dong Rur", seru Tari yang sedang memelukku dari belakang sambil memasukan kedua tangannya ke dalam celana dalamku, kini kedua tangannya mulai beraksi satunya meremas-remas batang penisku yang satunya lagi memainkan biji penisku.
"Uh.. sst.. ahh", desisku seakan melayang-layang. Rupanya setan jahat dibukit itu mulai memasuki kami berdua yang mulai saling bergulatan di atas karpet yang dingin dalam tenda itu.
"Rur.., semenjak kejadian kemarin aku ingin kamu menusukku lagi", bisik Tari dari belakang persis dekat telingaku sambil terus memutar-mutar batang penisku. Akupun membalikkan badanku dan memposisikan diriku berada diatasnya. Kedua lututku yang berada disisi luar paha kanan dan kiri Tari menjadi tumpuan dibantu tanganku yang berada disisi kiri kanan lehernya.
"Kalau kamu berdarah lagi, bagaimana?", sambil menggosok-gosokkan penisku pada celana puntungya yang ketat persis diatas posisi pepeknya berada.
"Kemarin setelah kalian pulang sst.. aku mencoba menusukkan jariku kembali kedalam pepeku uh..", seru Tari sambil sesekali berdesis mungkin mulai terangsang oleh gesekan penisku di pepeknya yang masih tertutup oleh celana puntungnya.
"Memang.. ah.. ada darah.. sst.. tapi hanya sedikit keluarnya", sambungnya lagi.
"Pokoknya kamu jangan takut", seakan-akan coba meyakinkan aku agar mau melanjutkan permainan ini.
Akupun tidak berhenti beraktivitas diatas tubuh Tari, sedikit demi sedikit aku mulai melucuti celana puntungnya.
"Bajumu dibuka dong!", seruku menyuruh Tari membuka bajunya.
Sekarang Tari hanya mengenakan celana dalam saja tanpa merasakan dinginnya udara, mungkin karena pemanasan yang telah kami lakukan lebih dahulu tadi. Tanganku mulai mengelus-elus paha mulus Tari dan memainkan jari-jariku di pinggir celana dalamnya di sekitar selangkangannya.
"Ah.. sst.. didalam dong Rur ouh..", memintaku memasukan tanganku di dalam celana dalamnya sambil tangannya terus mengocok penisku yang mulai basah dan licin oleh air yang keluar dari senjataku itu sendiri.
Dengan sedikit permainan tanganku akhirnya celana Tari sudah terlepas meninggalkan tempatnya melekat dan sebuah bukit kecil memerah terpampang di depanku, peniskupun semakin kuat dikocoknya.
"Ouh.. sst.. gelinya.. jangan digoyang terlalu cepat Tar.. sst", sambil tanganku terus bermain dibibir luar vagina Tari.
"Tusuk.. uhh.. tusukkan jarimu.. ouh.. Rur", pinta Tari. Akupun memasukkan jari tanganku kelubang vaginanya.
"Aduh.. ayo Rur ohh.. goyangin dong sst..", pinta Tari lagi kepadaku untuk menggerakkan jariku di dalam vaginanya.
"Ouh.. ayo.. lebih kencang lagi ohh.. ayo.. Rur", kini pantat dan pinggulnya mulai ikut bergoyang seperti sedang menari mengikuti permainan jariku di dalam vaginanya.
Aku kini merasakan tangannya sudah berhenti mengocok penisku namun tetap digenggammya erat-erat semakin kencang aku memainkan jariku didalam vaginanya genggamannyapun semakin kuat sambil terus merintih dan meliuk-liuk.
"Sst.. oh.. woa..", serunya semakin tidak karuan karena merasakan kenikmatan.
Kemudian aku mengganti posisiku pindah diantara kedua paha Tari yang sudah terbuka lebar dan bertumpu pada kedua lututku sementara dia tetap pasrah berada di bawahku. Tangannya kini sudah melepaskan penisku, dia hanya terlentang pasrah menunggu permainan dariku dan merasakan kenikmatannya. Jari tanganku terus beraksi tetapi bukan lagi bermain di dalam vagina Tari namun aku tusukkan keluar masuk ke dalam vaginanya dan sesekali memainkan clitorisnya yang sudah licin sekali.
"Oh.. enak Rur.. aduh.. sst..", sambil Tari terus mendesis-desis nikmat.
"Ouh.. ayo masukkan jarimu semua kalau bisa oh.. ayo Rur masukan..", pinta Tari sedikit agak berteriak seperti orang lagi menanti sesuatu yang belum kunjung tiba. Akupun sempat was-was karena takut kedengaran oleh teman lain, untung saja hujan belum terlalu reda sehingga bisa sedikit menutup suara Tari tadi.
"Ohh.. sst..", akupun mulai mendesis melihat kenikmatan yang diekspresikan oleh Tari lalu penisku yang seperti sudah mau meledak aku masukkan kepalanya di mulut vagina Tari secara perlahan dan menggoyang-goyangkannya dengan tanganku yang sesekali memutarnya pada clitoris Tari yang sudah licin oleh campuran air punyaku dan punya Tari sendiri.
"Ahh.. enak ya..", tanyaku perlahan pada Tari.
"Ouw.. sst.. enak Rur ayo masukkin dong oh..", balas Tari dengan suara napas yang semakin memburu ditengah suara hujan yang mulai reda.
Kaki Tari aku rasakan mulai melingkar di pinggangku dan secara perlahan mendorong pinggulku kedepan sehingga perlahan-lahan batang penisku mulai terbenam ke dalam lubang vaginanya.
"Ohh.. ayo Rur masukkan sst..", pinta Tari untuk kesekian kalinya kepadaku.
"Ahh.. aduh enaknya.. oh..", balasku mulai merasakan setengah penisku sudah masuk ke dalam lubang kenikmatan itu.
"Ayo.. goyang Rur", seru Tari padaku, akupun mulai menaik turunkan pantatku.
"Ohh.. ohh.. uh..", desisku dengan suara napas yang semakin memburu merasakan kenikmatan yang baru aku rasakan.
Penisku kini sudah tenggelam semua kedalam vagina Tari akupun tak berhenti bergoyang bahkan semakin cepat seperti ada dorongan dari dalam akibat rasa geli yang semakin menggelitik. Kaki Taripun kini semakin erat terasa melingkar dipinggangku bahkan semakin kuat ketika penisku aku tekan dalam-dalam.
"Ohh.. yah.. yah.. ohh..", tiba-tiba Tari mengerang panjang sekali dan terasa penisku dihimpit keras di dalam vaginanya, kakinya kini terasa semakin erat sekali melingkar di pinggangku sehingga terasa sakit sedikit di situ.
Perlahan-lahan kaki Tari terjatuh lemas terlepas dari pinggangku aku yang melihat ekspresi Tari justru semakin bernafsu akupun semakin kencang menggoyangkan penisku keluar masuk dari vaginanya namun tiba-tiba pintu tenda terbuka dan aku kaget sembari cepat-cepat turun dari atas tubuh Tari yang sudah lemas dan pasrah. Ternyata yang masuk itu adalah Ana ingin menanyakan kapan kita akan pulang karena hujan telah berhenti dari tadi tanpa Aku dan Tari sadari, akupun melirik ke arlojiku yang telah menunjukkan pukul 17.15 sore.
Berbeda dengan aku yang sedikit agak gugup dengan kehadiran Ana dan menyaksikan perbuatan kami, Tari dengan keadaan yang sedikit lemas menjawab pertanyaan Ana.
"Ayo sekarang kita pulang saja", sambil mengenakan pakaiannya satu persatu.
Akupun sudah mengenakan pakaianku dari tadi ketika Ana membuka pintu kemah. Taripun membenahi segala peralatan yang akan dibawa pulang serta satu persatu teman-teman mengambil barangnya yang disimpan ditenda itu. Aku mendengar di luar teman-teman mulai sibuk membongkar tenda dan bersiap untuk pulang.
Kembali Ana masuk kedalam tenda itu dimana aku masih berada di dalamnya hendak mempersiapkan juga peralatanku untuk dibawa. Tanpa aku sadari Ana memperhatikan resleting celanaku yang lupa aku naikkan.
"Rur enak ya tadi", aku kaget mendengar pertanyaan Ana itu.
"An jangan bilang siapa-siapa ya", balasku kepada Ana.
"Oke! Pasti nikmat sekali ya Rur", tanya Ana lagi kepadaku dengan santainya.
"Nikmat apanya waktu kamu masuk tadi aku belum selesai", balasku menjawab pertanyaan Ana dengan nada sedikit kecewa.
"Ohh..", seru Ana.
Tiba-tiba tangan Ana mengarah ke bagian penisku sambil berkata, "Itu restnya lupa dikancing".
Aku pikir ia akan membantuku mengancing restliting celanaku karena kedua tanganku sudah terlanjur penuh dengan barang-barang yang akan aku keluarkan dari tenda itu. Ternyata ia malah membuka celanaku dan memerosotkannya sampai di lututku dan mengocok penisku yang tidak tahu apa sebabnya sudah dalam keadaan ereksi. Karena memang aku masih tanggung tadi dengan Tari aku membiarkan Ana mengocok penisku sambil menurunkan kembali barang yang berada di kedua tanganku.
"Ayo Rur.. kasih keluar", seru Ana.
"Oh.. ya.. sst.. cepat sedikit.. An.. oh.. uh..", menyuruh Ana mempercepat kocokannya.
"Ah.. ya.. sudah geli nih..ya..sedikit lagi..", seruku dengan napas sedikit memburu.
"Oh.. ya.. enaknya.. uhh..", air maniku muncrat sampai empat kali dan sedikit mengenai wajah Ana. Perasaanku langsung seperti melayang ke langit ketujuh dan berangsur-angsur merasa lemas dan berlutut dibawah kaki Ana.
Tak lama kemudian Ana menegurku sambil tersenyum, "Rur ayo pulang sudah sore nih".
Akupun tersadar dan buru-buru berdiri, menarik celanaku dan mengancingnya kembali lalu membawa barang yang tadi hendak aku bawa keluar dari tenda itu. Setelah kami sudah siap semuanya kamipun bergerak pulang kembali tepat jam di tanganku menunjukkan pukul 17.48 sore.
*****
Itulah kisahku mengenal sex pertama kali dan berawal dari situlah aku sangat doyan dengan perbuatan dan hal-hal yang berbau sex, sampai-sampai apapun yang aku lihat sering kuhubung-hubungkan dengan seputar sex.
E N D